Jumat, 19 Februari 2010

Alasan Bangsa Yahudi Bisa Sedemikian Pintarnya

Alasan Bangsa Yahudi Bisa Sedemikian Pintarnya
Jawabannya Cuma satu kalimat saja :
Karena bangsa Yahudi adalah salah satu bangsa yang menguasai dunia karena kecerdasan dan kelicikannya baik dari segi sains, bisnis, maupun teknologi.

Menurut Dr Stephen Carr Leon:

Masa Kehamilan sang ibu.
Begitu wanita Israel yang mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung anak, maka langsung sang ibu tersebut sering bernyanyi dan bermain piano dan juga membeli buku matematika.
Bermain piano dan bernyanyi bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati bawaan si bayi tersebut ketika lahir. Dengan bernyanyi dan bermain piano,maka sang ibu akan merasakan ketenangan.
Diharapkan sang bayi akan memiliki karakter bawaan yang tenang dan berfikir matang ketika menghadapi masalah hidup nantinya.
Sedangkan mengerjakan soal matematika bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan otak bayi yang ada dalam kandungannya.
Agar anak mereka terkahir dengan otak jenius.
Dan para ibu Yahudi yang tengah mengandung, terus menerus mengerjakan soal matematika yang ada sampai tiba saat melahirkan. Kadang mereka mengerjakan bersama suaminya dan bertanya kepada saudara-saudaranya bila ada soal yang terasa sulit.
Artinya…mereka tidak melatih kecerdasan otak anak mereka dari kecil, dari balita, dari umur 3 bulan, tapi dari sejak di dalam kandungan !
Sebuah perencanaan yang dalam sekali !
Cara makan :
Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala (sekali lagi, tanpa kepala!) bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.
Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan.
Sama seperti kebiasaan orang Jepang yang jenius juga dalam kerajinan memakan daging ikan )
Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. Menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.
Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan, “Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet),” ungkapnya.
Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam.
Perinsip : “ kalau sudah makan ikan, tidak boleh ada daging yang dimakan bersamaan “ ternyata sama dengan perinsip makannya Rasullullah S.A.W, manusia terjarang sakit sedunia )
Mereka juga akan makan buah-buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah-buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk.
Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.
Ternyata makan buah dahulu baru nasi, akan menyebabkan buah busuk. Karena proses pencernaan makanan di dalam perut kita itu memakan waktu yang lama. Sehingga akan membuat buah mengalami antrian yang panjang sampai akhirnya dia keburu busuk duluan.
( Pernah membiarkan apel yang sudah terkelupas khan ? lama-lama akan kuning dan bisa membusuk khan ? itu hanya didiamkan dan terkena udara loh…bagaimana kalau dicampur olahan makanan di dalam perut kita ? Sudah pasti busuk duluan sebelum dapat diproses. Jadi istilah “makan buah setelah makan nasi” sebagai pencuci mulut itu SALAH. Makan buah sebelum makan nasilah yang benar, bukan setelah makan nasi. Percuma. )
Anak-Anak Yahudi :
Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).
Kacang Badam = Kacang Almond, atau Buah Almond, mirip dengan Buah Persik dan Aprikot, hanya saja daging buahnya dibuang saat dipanen, sehingga hanya menyisakan bijinya, karena itu disebut sebagai kacang.
Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata-rata mereka memahami tiga bahasa: Hebrew, Arab dan Inggris.
( Ternyata mempelajari sesuatu yang baru itu menyeimbangkan kedua belah otak kita. Contohnya ya seperti mempelajari bahasa yang berbeda – beda )
Sejak kecil pula mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban.
Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar.
Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi.
Musik yang mereka dengarkan ya musik yang bisa menambahkan kecerdasan otak mereka. Yaitu musik yang lagak-lagak bethoven gitu deh.
( Ternyata sesuai dengan yang dikatakan Adi W Gunawan di buku Born To BE Genius )
Masa kanak-kanak :
Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, “Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!” katanya.
Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi, olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka.
Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari.
Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara.
Saya pernah membaca buku ( saya lupa judulnya ) yang mengatakan : kalau anak-anak yang jago dalam hal olahraga, biasanya mereka mempunyai kemampuan mengambil keputusan yang cepat, karena otak mereka terlatih bergerak cepat, terlepas dari bagus atau tidaknya prestasi mereka disekolah.
Sekolah Tinggi :
Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius.
Apalagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.
Satu lagi yg diberi keutamaan ialah fakultas ekonomi. Dr Stephen Carr Leon sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi.
Di akhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Dam mereka harus mempraktekannya.
Anda hanya akan lulus jika tim Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta!
Anda terperanjat?
Itulah kenyataannya. Entrpreneurship dan networking digelorakan.
Oh iya…
Merokok bagi mereka adalah sesuatu yang tabu.
Bila Anda diundang makan di rumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka.
Menurut ilmuwan Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan dari saintis gen dan DNA Israel.

Metode Pembelajaran dalam Tarbiyah Qur’ani

B. Metode Pembelajaran dalam Tarbiyah Qur’ani
Dalam menentukan metode persoalannya ialah bagaimana menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya beribadah (salat, puasa,dan lain-lain), rasa hormat kepada orang tua, rasa ingin senantiasa berada pada jalan yang benar dan sebagainya. Hal ini agaknya sulit ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. Di sini mencoba mencari alternatif yang mungkin lebih baik, yaitu mencobakan metode-metode yang menyentuh perasaan. Di sini mendidik bukan melewati akal, melainkan langsung masuk kedalam perasaan anak didik. Menurut al-Nahlawi, terdapat beberapa metode yang dicontohkan al-Qur’an :

1. Metode Hiwar Qur’ani
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sains,filsafat, seni, wahyu, dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Yang mana pun yang ditemukan, hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh berbeda, masing-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya. Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu.Terdapat berbagai jenis hiwar, seperti:
- hiwar khitabi atau ta’abbudi,
- hiwar washfi,
- hiwar qishashi( percakapan tentang sesuatu melalui kisah ),
- hiwar jadali
Dalam setiap hiwar jalan dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak selalu langsung kepada pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan sikap itu.
Hiwar khitabi atau ta’abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan,”wahai, orang-orang yang berfirman ,” dan hamba-Nya menjawab dalam qalbunya dengan mengatakan,” kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi.”
Dialog antara Tuhan dan hamba-nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan; dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-nya. Logikanya, kita pun dapat menggunakan dialog dalam pengajaran.
Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan mahluk gaib lainnya. Dalam surat al-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka: Dan mereka berkata: "Aduhai celakalah kita!" Inilah hari pembalasan. (37:19)Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (37:20) (kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (37:22)selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (37:23). Di sini Allah berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang orang-orang dzalim. Dalam surat al-Shaffat ayat 27-28: Sebahagian dari mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan. (37:27) Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan".(37:28) . Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan keTuhanan. Gambaran tentang peenyesalan ahli neraka itu seoalah-olah dirasakan oleh pembaca atau pendengar dialog itu: pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu, lantas ada pemihakan. Kemudian ada pertanyaan,” dipihak mana aku?”hiwar washfi seolah-olah juga mengingatkan pendengar dialog itu,” jangan kalian terjerumus seperti mereka itu.”Dialog juga terjadi antara ahli surga, seperti dialog yang terdapat dalam surat al-Saffat ayat 50-57.
Hiwar qishashi terdapat dalam al-Quran, baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam al-Quran. Kalaupun disana terdapat kisah yang keseluruhanya merupakan dialog langsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh ialah kisah syu’aib dan kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog), kemudian Allah mengakhiri kisah ini dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang diterima oleh kaum nabi syu’aib. Hiwar seperti ini banyak terdapat dalm al-Quran. Hiwar ini dapat mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya. Dengan hiwar ini para pelajar yang diajak berdialog diharapkan memihak kepada pihak yang benar dan membenci pihak yang salah.
Hiwar jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara lain dalam surat al-Najm ayat 1-5: Demi bintang ketika terbenam, kawan kalian ( Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemuan hawa nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikan kepadanya yang diajarkan oleh jibril yang perkasa.

2. Metode Kisah Qur’ani
Dalam pendidikan islam, terutama pendidikan agama islam (sebagai suatu bidang study ), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
a. Kisah selau memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b. Kisah Qur’ani dan dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau mersakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya. Kisah itu, sekalipun menyeluruh, terasa wajar, tidak menjijikan pendengar atau pembaca. Bacalah kisah Yusuf, misalnya. Inilah salah satu keistimewaan kisah Qur’ani, tidak sama dengan kisah-kisah yang ditulis orang sekarang yang isinya banyak ikut mengotori hati pembaca.
c. Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:
-membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf , rida, dan cinta;
-mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah;
-melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kidsak itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah Qur’ani bukanlah semata-mata karya seni yang indah; ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepadanya.

3. Metode Amtsal (perumpamaan)
Adakalanya Tuhan mengajari umat dengan membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 17: perumpamaan orang-orang kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api... Dalam surat al-‘Ankabut ayat 41 Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba: perumpamaan orang yang berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah; padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.
Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kelebihan metode ini antara lain ialah sebagai berikut:
a. Mempermudah siswa memahami konsep abstrak; ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda kongkret seperti tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim, Nabi mengumpamakan “harga” dunia ini dengan anak kambing yang bertelinga kecil dan sudah mati: Dari Jabir diriwayatkan bahwa rasulullah saw. Sedang lewat di sebuah pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang sudah mati, lalu diangkatnya telinga anak kambing itu seraya berkata,”siapa diantara kalian yang ingin memiliki anak kambing ini dengan membayar satu dirham?” Orang-orang menjawab,” kami tidak sudi membeli anak kambing itu dengan membayar sesuatu. Apa manfaat bagi kami ?” dia bertanya lagi,” atau barang kali kalian ingin memilikinya secara gratis ?” mereka menjawab,” demi Allah, sekalipun anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin memilikinya karena cacat pada telinganya, apalagi sudah mati.” Maka Rasul saw. Bersabda,” Demi Allah, sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih hina daripada anak kambing ini bagi kalian.”
b. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Abduh menyatakan , tatkala menafsirkan kata dlarb dalam surat al-Baqarah: 26,” penggunaan kata dlarb dimaksudkan untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan si pembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam qalbu.”
c. Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan harus logis, mudah dipahami., jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan kemudian pengertiannya menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perumpamaan harus memperjelas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaan perumpamaan dalam al-quran ialah natijah (konklusi) silogismennya justru tidak disebutkan ; yang disebutkan hanya premis-premisnya. Ini hebat karena begitu jelas konklusinya sampai-sampai tidak disebutkan pun konklusi itu dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya silogisme selalu menyebutkan konklusi setelah premis. Konklusi silogisme dari Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau pembaca; Allah tahu manusia dapat menebaknya.
d. Amtsal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan islam.

4. Metode Teladan
Kita mungkin saja dapat menyusun sistem pendidikan yang lengkap, tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasi itu memerlukan seperangkat metode; metode itu merupakn pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan.
Peserta didik cenderung meneladani pendidikannya; ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Sifat peserta didik itu diakui dalam islam. Umat meneladani nabi; nabi meneladani al-Quran. Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Quran. Pribadi rasul itu adalah interpretasi al-Quran secara nyata. Tidak hanya cara beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara kehidupan islami. Contoh-contoh dari rasul itu kadang-kadang amat asing bagi manusia ketika itu. Contohnya, Allah menyuruh Rasul-nya menikahi bekas istri Zaid; Zaid itu anak angkat rasul. Ini ganjil bagi orang arab ketika itu. Dengan itu Allah memberikan teladan secara praktis yang berisi ajaran bahwa anak angkat bukanlah anak kandung; bekas istri anak angkat boleh dinikahi .
Banyak contoh yang diberikan oleh nabi yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan, nabi tidak hanya memegang komando; dia juga ikut berperang , menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke pasar, dan lain-lain. Hal senada disampaikan oleh Khalid bin Hamid al-Khazimi bahwa pentingnya teladan itu disebabkan karena beberapa hal: 1.)Manusia itu saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, dalam perkataan,perbuatan, orentasinya, pemikirannya, tradisinya dan segala sikap prilaku yang lainnya. 2) Menyaksikan sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima dari pada bahasa lisan. 3)Manusia itu pada hakekatnya membutuhkan kepada sosok yang mampu meluruskan pengetahuan atau anggapan-anggapan atau konsep-konsep yang salah yang ada pada dirinya 4) Adanya pahala pada teladan yang baik dan adanya dosa pada teladan yang jelek, karena adanya pahala itu mempertegas terhadap pentingnya teladan. Sabda Nabi Saw :
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا *
Barang siapa yang menetapkan suatu kebaikan dalam islam maka baginya adalah pahala dan pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barang siapa yang menetapkan kejelekan dalam islam maka dia harus menanggung dosa itu dan dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka (HR Muslim )

Dari uraian diatas ada beberapa konsep yang dapat diambil dari sana :
a. Metode pendidikan islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan adalah guru, kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para da’i. Konsep ini diajarkan oleh Rasul saw. Seperti diuraikan di atas.
b. Teladan untuk guru-guru ( dan lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul Allah saw. Sebab, Rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran Tuhan.

6. Metode Ibrah dan Mau’idzah
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau’idzah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. Penggunaan ’ibrah dalam al-Quran dan sunah ternyata bebeda-beda sesuai dengan objek ’ibrah itu sendiri. Pengambilan ’ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan hatinya seperti firman Allah dalam S. Yusuf: 111 : Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (12:111)
Esensi ’ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukanya setelah dijeblosannya ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja mesir setelah dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan. Allah mengatakan bahwa ’ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang yang disebut ulul al-bab, yaitu orang yang berfikir dan berzikir. Pendidikan islam memberikan perhatian khusus kepada metode ’ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam al-Quran, sebab kisah-kisah itu buka sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (’ibrah) yang penting didalamnya pendidik dalam pendidikan Islam harus memanfaatkan metode ini.
Mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tegerak untuk mengikuti nasihat itu.

7. Metode Targhib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman kerena dosa yang dilakukan. Keduanya bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan.
Metode-metode di atas merupakan metode yang seringkali digunakan al-Qur’an dalam menyampaikan risalahnya dan dapat digunakan sebagai contoh maupun ibrah untuk para pendidik kepada peserta didiknya. Tentu saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan. Seiring dengan itu, seorang pendidik/guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.

Sementara itu Arma’i Arif menjelaskan tentang metode-metode yang dapat dipakai dalam Pembelajaran dalam Pendidikan Islam :

1. Metode Pembiasaan
Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.
Pembiasaan dinilai sangat efektif jika dipenerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Salah satu contoh adalah pendidikan sholat, agar anak terbiasa melakukan sholat sedini mungkin maka orang tua dianjurkan untuk menyuruh anaknya melakukan sholat sebelum masa balighnya.Dalam ini Nabi Saw bersabda :

مرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود)
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan salat) jika mereka telah berusia 10 tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).
Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.

2. Metode Keteladanan
Bila dicermati historis pendidikan di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Rasulullah ternyata banyak memberikan keteladanan dalam mendidik para sahabatnya. Oleh karena itu, pada bab ini akan dikemukakan hal-hal yang terkait dengan keteladanan dalam hubungannya dengan pendidikan Islam.
“Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab : 21).

Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw. hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.
Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam S.al-Baqarah: 44:
“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidaklah kamu pikirkan?” (QS. Al Baqarah: 44).

3. Metode Pemberian Ganjaran
Dalam bahasa arab “ganjaran” diistilahkan dengan “tsawab”. Kata “tsawab” bisa juga berarti: “Pahala, upah dan balasan”. Kata “tsawab” banyak ditemukan dalam al-Qur’an, khususnya ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seseorang baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Kata “tsawab” tersebut terdapat dalam surah Ali Imran ayar 145, 148 dan 195, surah an-Nisa ayat 134, surah al-Kahfi ayat 31, dan surah al-Qashash ayat 80. Berdasarkan penelitian dari ayat-ayat tersebut, kata “tsawab” selalu diterjemahkan kepada balsan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat dalam S. Ali Imron: 145:
“Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Dalam ayat berikutnya S. Ali Imron: 148
“Maka Allah Swt. berikan ganjaran kepada mereka di dunia dan di akhirat dengan ganjaran yang baik, dan Allah Swt. cinta kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian istilah “ganjaran” dapat dilihat sebagai berikut:
a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
b. Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan.
Sedikit berbeda dengan metode targhib, “tsawab” lebih bersifat materi, sementara targhib adalah “Harapan serta janji yang menyenangkan yang diberikan terhadap anak didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.”
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran, antara lain:
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.
b. Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah.
c. Do’a, misalnya “Semoga Allah Swt. menambah kebaikan padamu.”
d. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang-kenangan bagi murid atas prestasi yang diperolehnya.

4. Metode Pemberian Hukuman
Dalam bahasa Arab “hukuman” diistilahkan dengan “iqab”, Jaza’ dan ‘uqubah”. Kata “iqab” bisa juga berarti balasan. Alquran memakai kata “iqab” sebanyak 20 kali dalam 11 surat, yaitu: QS. Al-Baqarah: 196, 211, Ali Imran: 11, al-Maidah: 2, 98, al-‘An’am: 165, al-A’raf: 167, al-Anfal: 13, 25, 49, dan 52, ar-Ra’d: 6 dan 32, Shad: 14, Ghafir: 3, 5, dan 22, Fushshilat: 43 dan al-Hasyr: 4 dan 7. Bila memperhatikan masing-masing ayat tersebut, terlihat bahwa kata “iqab” mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat dan sangat), dan kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan. Seperti firman Allah S. Ali Imran: 11:
“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.”
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.
Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman, yaitu:
a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang.
b. Harus didasarkan kepada alasan “keharusan”.
c. Harus menimbulkan kesan di hati anak.
d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
e. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Seiring dengan itu, Muhaimin dan Abd. Majid menambahkan, bahwa hukuman yang diberikan haruslah:
a. Mengandung makna edukasi
b. Merupakan jalan/solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan metode yang ada.
c. Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. Dalam hal ini Rasulullah Saw. Bersabda:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan salat) jika mereka telah berusia 10 tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).

5. Metode Ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Ini relevan dengan defenisi yang dikemukakan oleh Ramayulis, bahwa metode ceramah ialah “Penerangan dan penuturan secara lisan guru terhadap murid-murid di ruangan kelas.”
Sejak zaman Para Nabi dan juga Rasulullah Saw metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan. dalam menyampaikan wahyu kepada umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru tampak lebih dominan. Sementara siswa lebih banyak pasif dan menerima apa yang disampaikan oleh guru. Dalam sebuah Hadis Nabi Saw. bersabda: “Sampaikanlah olehmu walaupun itu satu ayat.” (Alhadis).

6. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.
Dalam sejarah perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab, karena metode ini sering dipakai oleh para Nabi Saw. dan rasul Allah dalam mengajarkan ajaran yang dibawanya kepada umatnya. Metode ini termasuk metode yang paling tua disamping metode ceramah, namun efektifitasnya lebih besar daripada metode lain. Karena, dengan metode tanya jawab, pengertian dan pemahaman dapat diperoleh lebih mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.

7. Metode Diskusi
Secara umum, pengertian diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua individu atau lebih, berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan, saling tukar informasi (information sharing), saling mempertahankan pendapat (self maintenance) dalam memecahkan sebuah masalah tertentu (Problem solving).
Sedangkan metode diskusi dalam proses belajar mengajar adalah sebuah cara yang dilakukan dalam mempelajari bahan atau menyampaikan materi dengan jalan mendiskusikannya, dengan tujuan dapat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku pada siswa. Alquran pun menganjurkan waktu melakukan diskusi/musyawarah dalam rangka mencari solusi:

…وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ(159)
…Dan bermusyawarahlah dalam urusan itu,maka jika kamu telah membulatkan tekad bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertawakkal kepada-Nya ( S.Ali Imron: 159)

8. Metode Sorogan
Istilah sorogan ini muncul di Indonesia, seringkali dilakukan di pesantren-pesantren. Metode sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah Saw. setelah menerima wahyu seringkali Nabi Saw membacanya lagi di depan malaikat Jibril ( mentashihkan ). Bahkan setiap kali bulan romadhon Nabi Saw selalu melakukan muyafahah ( membaca berhadapan) dengan malaikat Jibril. Demikian juga para sahabat seringkali membaca al-Qur’an dihadapan Nabi Saw, seperti sahabat Zaid bin Tsabit ketika selesai mencatat wahyu kemudian dia membaca tulisannya dihadapan Nabi Saw.
Metode sorogan adalah metode individual dimana murid mendatangi guru untuk mengkaji suatu kitab dan guru membimbingnya secara langsung. Metode ini dalam sejarah pendidikan Islam dikenal dengan sistem pendidikan “Kuttai” sementara di dunia barat dikenal dengan metode tutorship dan mentorship. Pada prakteknya si santri diajari dan dibimbing bagaimana cara membacanya, menghafalnya, atau lebih jauh lagi menterjemahkan atau menafsirkannya. Semua itu dilakukan oleh guru, sementara santri menyimak penuh perhatian dan ngesahi (mensahkan) dengan memberi catatan pada kitabnya atau mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan kepadanya.
Oleh karena itu sebagai pendidik hendaknya lebih cermat memilih situasi dan kondisi yang tepat dalam mengaplikasikan metode ini agar memperoleh hasil sebagaimana yang diinginkan.

9. Metode Bandongan
Metode bandongan ini didasarkan kepada pristiwa yang dialami Nabi Saw ketika menerima wahyu melalui Malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara Malaikat Jibril dan Nabi Saw. Dan juga ketika Nabi Saw setelah menerima wahyu kemudian menyampaikan kepada para sahabatnya serta membimbing bacaannnya, kemudian di antara para sahabat juga ada yang mencatat bacaan-bacaan yang disampaikan Nabi.
Metode bandongan ini merupakan metode pembelajaran dalam Pendidikan Islam dimana siswa/santri tidak menghadap guru/kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa buku/kitab masing-masing. Kemudian guru membacakan, menterjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajari, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Cara belajar seperti ini paling banyak dilakukan di pesantren-pesantren tradisional.

10. Metode Mudzakarah
Metode mudzakarah adalah metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar (PBM) dengan jalan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas masalah-masalah agama saja. Metode mudzakarah ini pada umumnya banyak digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang disebut pesantren, khususnya pesantren tradisional. Para santri diberikan permasalahan permasalahan keagamaan kemudian mereka mencari solusi dengan bersandar terhadap kajian-kajian kitab kuning.

11. Metode Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan matei pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang berpedoman pada Alquran dan Hadis menepis image adanya kisah bohong, karena Islam selalu bersumber dari dua sumber yang dapat dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin kesahehan dan keabsahannya.
Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar (PBM), metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam. Dalam surat Yusuf: 3 disebutkan :
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum (aku mewahyukan) adalah termasuk orang-orang yang lalai.”

Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam al-Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai paedagogis. Metode kisah/cerita dalam Pendidikan Islam menggunakan paradigma al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw., sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan kisah Nabawi.” Kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi kebenarannya.
Dalam metode kisah/cerita, setiap pendidik hendaknya memperhatikan benar alur cerita yang disampaikan, menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita dengan materi, anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita yang disampaikan guru, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.

12. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas merupakan salah satu cara didalam penyajian bahan pelajaran kepada siswa. Guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mempertanggungjawabkannya.

13. Metode Karya Wisata
Menurut H. Zuhairini dkk., metode karya wisata adalah suatu metode pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan mengajak anak keluar kelas untuk dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan pelajaran.

14. Metode Eksperimen
Ramayulis, dalam bukunya “Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam” mendefinisikan, bahwa metode eksperimen ialah suatu metode mengajar yang melibatkan murid untuk melakukan percobaan-percobaan pada mata pelajaran tertentu. Sedangkan Zakiyah Daradjat tidak memberikan pengertian secara jelas, ia hanya mengatakan bahwa metode eksperimen adalah metode percobaan yang biasanya dilakukan dalam mata pelajaran tertentu.
Penggunaan metode eksperimen hendaknya mendapat perhatian serius dari pihak guru, sebab metode eksperimen juga memiliki kelemahan-kelemahan di samping ada kelebihan-kelebihan sebagaimana metode-metode lain. Oleh karena itu kejelian seorang guru dalam memilih metode eksperimen pada proses belajar mengajar sangat diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.

15. Metode Drill/Latihan
Zuhairini mendefinisikan bahwa metode drill adalah “Suatu metode dalam pengajaran dengan jalan melatih anak didik terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.” Menurut Roestiyah NK., metode drill adalah “Suatu teknik yang dapat diartikan dengan suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan latihan-latihan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.”
Dalam pendidikan agama, metode ini sering dipakai untuk melatih ulangan pelajaran Alquran dan praktek ibadah. Menurut riwayat, setiap bulan Ramadhan Rasulullah saw. mengadakan latihan ulang terhadap wahyu-wahyu yang telah diturunkan sebelumnya.

16. Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar dimana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu seperti terdapat dalam kehidupan masyarakat (sosial).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa sosiodrama adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan atau memerankan tingkah laku di dalam hubungan sosial. Prinsip dasar metode ini terdapat dalam ayat Alquran, tepatnya pada surat al-Maidah ayat: 27-31, yang mencerminkan drama yang sangat mengesankan antara Qabil dan Habil.
Pada ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas, bagaimana lakon yang dikerjakan oleh Qabil dapat memberikan kesan yang sangat mendalam sehingga menyesali perbuatannya, karena melihat secara langsung perbuatan dirinya sendiri dari seekor burung gagak.



17. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu dengan jalan mendemonstrasikannya terlebih dahulu kepada siswa.
Metode ini seringkali digunakan ketika menyampaikan materi-materi yang memerlukan praktek; seperti sholat, berwudhu, tayammum, dll.

18. Metode Kerja Kelompok
Istilah kerja kelompok mengandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok baik kelompok yang kecil maupun kelompok yang besar. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama.

Pendekatan Pembelajaran dalam Tarbiyah Qur’ani

A. Pendekatan Pembelajaran dalam Tarbiyah Qur’ani

Pendekatan dalam bahasa Inggris berarti ”approach”, dan dalam bahasa arab di sebut madkhal ( pintu masuk) . Dalam S.Yusuf, 67:

وَقَالَ يَابَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ
Dan Ya`qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain

Pendidikan tidak akan efektif apabila tidak disertai dengan pendekatan-pendekatan pada saat menyampaikan materi dalam proses belajar mengajar. Pendidik harus pandai memilih pendekatan secara arif dan bijaksana.Cara seorang pendidik terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Pendidik yang memandang peserta didiknya sebagai pribadi yang berbeda dengan peserta didik yang lainnya akan membawa dampak yang kurang baik terhadap peserta didik. Oleh karena itu seorang pendidik harus benar benar mampu memlih pendekatan yang sesuai denga peserta didiknya.
Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat atau contoh-contoh yang dapat digunakan sebagai acuan atau alternatif dalam memilih pendekatan dalam pembelajaran. Di antara pendekatan-pendekan tersebut adalah :

1. Pendekatan Ma’rifi
Pendekatan ma’rifi merupakan pendekatan yang cenderung menggunakan aspek nalar ( kognitive). Hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan ma’rifi ini di dalam al-Quran terdapat ayat ayat yang seringkali diikuti oleh redaksi kata yang menggunakan akar kata aql(ratio; akal) dan juga menggunakan kata tafakkur(thinking, cogitation; renungan)yang berakar dari kata fikr (fikrah,nalar) . Dua kata tersebut terdapat perbedaan dalam penggunaannya di dalam al-Qur’an. Al-Ashfahani menjelaskan bahwa aql adalah suatu potensi yang dipersiapkan untuk menerima pengetahuan dan untuk mengetahui suatu pengetahuan yang diperoleh seseorang maka digunakanlah potensi tersebut . Contoh ayat yang menggunakan redaksi kata aql adalah S.al-Maidah:58 :

وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ(58)
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.

Pada akhir ayat tersebut menggunakan redaksi akar kata dari aql yaitu pada kalimat la yakqiluun. Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang menjadikan sholat sebagai bahan ejekan dan permainan adalah seperti orang yang tidak memiliki akal.
Selanjutnya makna fikrah adalah potensi yang mampu memproses pengetahuan menuju pemahaman,sedangkan tafakkur adalah proses potensi tersebut sesuai penglihatan aql, dan hanya digunakan untuk sesuatu yang memungkinkan dapat memperoleh suatu gambaran ( konsep ) di dalam hati . Dengan kata lain, kata tafakkur digunakan untuk sesuatu yang sulit diterima secara langsung oleh akal, tetapi harus melalui penalaran dan perenungan sehingga tumbuh keyakinan di dalam hati. Dalam al-Qur’an kata ini sering dikaitkan dengan masalah-masalah penciptaan langit dan bumi (ar-Ruum: 3 al-Jatsiyah: 13, ar-Ra’d: 3), kemakmuran yang tiba-tiba berahir dengan bencana ( Yunus: 24). Seperti halnya pada S.al-Ruum:21 :

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ(21)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (30:21)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan istri-istri dari jenis mereka sendiri kemudian tumbuh kecenderungan dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara mereka rasa kasih sayang merupakan tanda-tanda bagi orang yang mau bertafakkur.
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa ketika menyampaikan kandungan ayat yang dimaksud menggunakan pendekatan yang disesuaikan dengan ranah aqli atau ranah fikri sesuai dengan obyek yang dimaksud. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran seorang pendidik harus benar-benar mampu membedakan obyek yang aqli dan obyek yang fikri. Pendekatan aqli sering kali digunakan untuk hal-hal yang bersifat eksak sedangkan fikri (tafakkur) seringkali digunakan untuk masalah-masalah yang memerlukan penalaran atau perenungan.

2. Pendekatan Istiqra’i (induksi)
Pendekatan Istiqra’i adalah pendekatan yang dilakukan dengan meenganalisis secara ilmiah, dimulai dari hal-hal atau peristiwa yang khusus untuk menentukan hukum yang bersifat umum. Dalam hal ini al-Qur’an banyak memberikan contoh terhadap fakta-fakta yang dikumpulkan pada rangkaian ayat guna mengambil kesimpulan. Salah satu diantara firman Allah Swt. yang dimaksud adalah:
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ(17)وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ(18)وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ(19)وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ(20)فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ(21)

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, (88:17)Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (88:18)Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? (88:19)Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (88:20)Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (88:21)

Pada ayat ini terdapat rentetan ayat yang untuk mengingatkan dan menyadarkan manusia akan kebesaran dan keagungan Allah supaya manusia mau mengingat Allah maka ayat tersebut dimulai dengan seruan agar memperhatikan berbagai ragam ciptaan Allah, dimulai dari meperhatikan bagaimana unta diciptakan, kemudian langit, gunung, dan bumi menjadi hamparan. Setelah memperhatikan bagian fenomena-fenomena alam kemudian diharapkan akan muncul kesadaran yang mampu membuat kesimpulan bahwa yang maha agung lagi besar dan menciptakan seluruh alam semesta adalah Allah Swt.


3. Pendekatan Istidlali(deduksi)
Pendekatan Istidlali adalah pendekatan yang dilakukan dengan meenganalisis secara ilmiah, dimulai dari hal-hal atau peristiwa yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus, atau kebalikan dari pendekatan istiqra’i. Pendekatan istidlali ini dapat juga di sebut pendekatan istinbathi. Contoh pendekatan Istidlali seperti dalam al-Qur’an S. al-Baqarah: 21-22 :

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(21)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(22)
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (2:21)Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (2:22)

Pada ayat tersebut memerintahkan untuk menyembah kepada Tuhan (Allah) yang telah menciptakan, kemudian eksistensi Tuhan Yang Maha Pencipta dijelaskan (diperinci) oleh ayat berikutnya; Yang menjadikan bumi sebagai hamparan, langit sebagai atap, menurunkan air (hujan) dari langit dan seterusnya.
Pendekatan istiqra’i maupun istidlali sebenarnya merupakan pendekatan yang telah lama digunakan (klasik) dalam sejarah hukum islam, namun masih sangat relevan sampai sekarang. Para imam mujtahid (bidang fiqih) telah lama menggunakan pendekatan ini dalam menentukan masalah-masalah agama.
4. Pendekatan Wijdaniy (emosi)
Pendekatan Wijdaniy adalah pendekatan yang dilakukan untuk menggugah daya rasa atau emosi peserta didik agar mampu meyakini, memahami dan menghayati materi yang disampaikan. Pendekatan ini seringkali digunakan agar mampu meyakini, memahami dan menghayati agamanya. Di dalam al-Qur’an pada surat al-Anfaal, 2 :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ(2)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (8:2)

Dari surat al-Anfaal di atas menunjukkan bahwa aspek emosi memiliki daya tangkap atau pengaruh yang besar terhadap fenomena yang muncul dari luar diri seseorang, dari yang didengar maupun yang dilihat, kemudian merasuk ke dalam jiwanya. Dicontohkan oleh ayat tersebut di atas bahwa seorang mukmin apabila di sebut nama Allah maka hatinya menjadi bergetar dan jika dibacakan ayat-ayat –Nya rasa imannya semakin bertambah serta menumbuhkan sikap tawakkal.

5. Pendekatan Ifrady (individual)
Pendekatan ifrady adalah pendekatan yang dilakukan untuk memberikan perhatia kepada seseorang ( peserta didik ) dengan memperhatikan masing-masing karakter yang ada pada mereka. Mereka berprilaku dalam belajar,mengemukakan pendapat,berpakaian, daya serap, kecerdasan dan sebagainya memiliki karakter yang berbeda-beda. Di dalam al-Qu’an S. al-Lail: 3-4, dan S. al-Isra’:21
وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى(3)إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى(4)

Dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. (92:4)

انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
Perhatikan bagaimana kami melebihkan sebagaian mereka atas sebagaian yang lain

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa prilaku dan karakter setiap orang berbeda-beda dan masing-masing memiliki kelebihan atas yang lain. Bagi seorang pendidik hendaknya memahami dan menyadari perbedaan tersebut sehingga mampu berbuat yang terbaik untuk peserta didiknya.


6.Pendekatan Ijtima’i ( kelompok )
Manusia adalah makhluk sosial, karena manusia tidak dapat hidup sendiri, terpisah dari manusia-manusia yang lain. Manusia senantiasa hidup dalam kelompok-kelompok kecil, seperti kaluarga atau kelompok yang lebih luas lagi yaitu masyarakat.
Pendekatan ijtima’i ini sangat efektif dalam membentuk sifat kebersamaan siswa dalam lingkungannya, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Pola pendekatan ini ditekankan pada aspek tingkah laku di mana guru hendaklah dapat menanamkan rasa kebersamaan, dan siswa dapat menyesuaikan diri, baik dalam individu maupun sosialnya.

STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS AL-QUR’AN

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan dengan belajar mengajar strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Al-Qur’an dalam menyampaikan pokok-pokok isinya memiliki strategi tersendiri yang mampu diterima oleh semua kalangan dan berbagai tingkat daya nalar pembacanya.Beranjak dari hal-hal yang konkrit, dapat disaksikan dan diakui, seperti: hujan, angin, tumbuh-tumbuhan, petir , dan kilat. Kemudian beralih kepada hal-hal dogmatis, seperti keharusan mengakui wujud, keagungan, kekuasaan dan seluruh sifat sempurna Allah swt. Semua ini kadangkala diungkapkan dengan kalimat bertanya, baik dengan maksud memberikan perhatian , membuat senang, mengingatkan dengan cara yang baik, maupun dengan maksud-maksud lain yang dapat merangsang kesan-kesan rabbani, seperti: tunduk, bersyukur, cinta dan khusu’ kepada Allah. Setelah itu, baru disajikan berbagai macam ibadah dan tingkah laku ideal untuk menerapkan akhlak rabbani secara praktis.

Adanya upaya-upaya untuk membuat emosi pembaca (sebagai peserta didik) merasa terlibat dengan topik materi yang disampaikan. Hal ini dilakukan agar perhatian peserta didik terhadap materi yang disampaikan mendapatkan perhatian yang maksimal. Dengan cara merangsang berbagai emosi secara berulang-ulang dengan berbagai pengalaman tingkah laku afektif, disertai dengan suatu obyek tertentu. Jika setiap kali obyek ini dirangsangkan, orang akan mempunyai kesiapan untuk membangkitkan emosi itu. Emosi tidak lain adalah kesiapan untuk membangkitkan instinktif dan impretif. Jika emosi dididik bersama-sama tingkah laku ideal yang dituntut oleh emosi, maka pendidikan akan benar-benar mampu mengintegrasikan diri dan memanfaatkan segala potensinya demi kebaikan umat manusia. Contoh paling jelas dari metode pendidikan qurani ini terdapat di dalam surat ar-Rahman. Di sini Allah swt. mengingatkan kita secara berualang-ulang akan nikmat dan bukti kekuasaan-Nya, dimulai dari manusia dan kemampunaya dalam mendidik , hingga sampai pada matahari, bulan bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi. Pada setiap atau beberapa ayat dengan kalimat bertanya itu, manusia berhadapan dengan indra, naluri, suara hati dan perasaan. Dia tidak akan dapat mengingkari apa yang diindranya dan diterima oleh akal serta hatinya. Ayat itu adalah : Fabiayyi aalaa irbbikuma tukadzdzibaan (Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kalian dustakan).
Pada permulaan turunnya al-Qur’an diarahkan untuk memerangi buta huruf dan memotifasi untuk menggali ilmu pengetahuan serta mengajarkannya. Karena seorang muslim yang tidak mampu membaca atau tidak suka membaca tidak akan dapat memahami agamanya dengan benar dan tidak mampu melaksanakan ajaranya dengan sempurna, maka tidaklah heran jika ayat yang pertama kali turun kepada Nabi saw: adalah S. al-Alaq: 1-5 :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (96:1)
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (96:2)
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (96:3)
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. (96:4)
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (96:5)

Al-Qur’an juga mengukuhkan kepada Nabi Saw (sebagai pendidik) akan kesabaran dan ketabahannya ( di samping memiliki sifat jujur, amanah, cerdas,dan penyampai risalah) sehingga kaumnya menjadi dekat kepadanya, dan dengan sifat yang demikian itulah Nabi Saw dapat memilih pendekatan yang tepat ketika menghadapi kekerasan dan ancaman orang yang memusuhinya

...وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ...
…Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu… (3:159)

Pendidikan ala Surat Ar Rahman Ayat 1-4

Pendidikan adalah sebuah proses tranfermasi dan internalisasi ilmu, dari pendidik kepada peserta didik dengan cita-cita mewujudkan “Insan Kamil”, manusia sempurna.
Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah memberikan informasi kepada manusia tentang bagaimana atau apa saja yang perlu dipersiapkan dalam proses pendidikan tersebut, salah satunya dalam surat ar Rahman berikut.
1. Arrahman
Ar Rahman adalah salah satu dari sekian banyak sifat Allah, yang mengandung makna pengasih kepada seluruh makhluknya didunia tanpa terkecuali, baik makhluk yang taat ataupun yang mengingkarinya, bahkan kepada iblispun Allah masih “sayang”.
Ayat pertama ini kaitannya dengan pendidikan adalah seorang pendidik atau guru harus mempersiapkan dirinya dengan sifat rahman, yaitu mempunyai sifat kasih sayang kepada seluruh peserta didik atau murid tanpa pandang bulu, baik kepada murid yang pintar, bodoh, rajin, malas, baik ataupun nakal. Ilmu yang ditransfer dan diterapkan dengan dasar kasih sayang akan besar efeknya kepada murid, terutama dalam penyerapan ilmu yang ditransfer dan diinternalisasikan.
2. ‘Allamal Qur’an
Mengajarkan Qur’an. Jika diamati ada yang menarik dalam susunan ayat ini, Allah mengurutkan ayat-ayat ini dengan Arrahman (guru)-> ‘allamal qur’an (materi pelajaran)-> khalaqal insan (murid). bukan dengan susunan guru-> murid-> materi pelajaran. ini menunjukan bahwa seorang guru harus terlebih dahulu mempersiapkan Qur’an, dalam konteks ini qur’an diterjemahkan dengan materi pelajaran, sebelum guru berada dihadapan siswa. guru harus terlebih dahulu mempersiapkan dalam artian menguasai, memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa. sehingga seorang guru dapat maksimal mentransfer ilmunya kepada siswa.
3. Khalaqal Insan
Menciptakan Manusia.Menilik tujuan utama dari pendidikan adalah mencetak manusia yang sempurna, yang berpengetahuan, berakhlak dan beradab. tentu tidak ada manusia yang sempurna, namun berusaha menjadi manusia yang sempurana adalah suatu kewajiban. Seorang guru apapun materi yang ia ajarkan hendaknya mengarahkan siswanya menjadi manusia yang berpengetahuan, beradab dan bermartabat yang berujung kepada ketaqwaan kepada Yang Maha Esa. bukan hanya mengarahkan pada aspek prestasi saja.
4. ‘Allamahul Bayan
Mengajarkan Dengan Jelas. Ayat ini kaitannya dengan proses pendidikan adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan, sampaikanlah dengan sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa benar-benar faham. jangan sampai seorang siswa belum betul-betul faham pada materi yang diajarkan sudah pindah kemateri yang lain. banyak kasus dinegeri ini, demi mengejar target pencapaian kurikulum,prinsip memberi kefahaman diabaikan, efeknya kita tahu semua ……………………………..

Pengertian ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah.

Pengertian ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah.
1. Ta’lim
secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.


2. Ta’dib,
merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.

3.Tarbiyah,
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni:
1. Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.
2. Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.
3. Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).
Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat.
2. kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).
3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4. proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit.
5. mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. kegiatan yg mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki terhadap anak.
7. Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan dan pengembangan jasad, akal, jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyah diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut pandangan Allah SWT.

merupakan bentuk masdar dari kata robba-yurabbi-tarbiyyatan, yang berarti pendidikan. Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan mangasuh, mendididk dan memelihara.
Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.
Analisis perbandingan antara konsep ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah
Istilah ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah dapatlah diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya, terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu ‘alam.

Pengertian Tarbiyah

secara bahasa adalah Tansyi`ah (pembentukan), Ri`ayah (pemeliharaan), Tanmiyah (pengembangan),dan Taujih (pengarahan).
Maka proses tarbiyah yang kita lakukan dengan menggunakan sarana dan media yang ragam dan bermacam-macam, seperti halaqoh, mabit, tatsqif, ta`lim fil masajid, mukhoyyam, lailatul katibah dan lainnya harus memperhatikan empat hal diatas sebagai langkah-langkah praktis untuk sampai pada tujuan strategis yaitu terbentuknya pribadi muslim da`i atau muslim shalih mushlih.
1. Tansyi`ah (pembentukan)
Dalam proses tansyi`ah harus memperhatikan tiga sisi penting yaitu :

a. Pembentukan Ruhiyah Ma`nawiyah
Pembentukan ruhiyah ma`nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah ritual seperti qiyamul lail, shaum sunnah, tilawah Qur`an, dzikir dll. Para Murabbi harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalsah ruhiyah, dalam membentuk pribadi Mutarabbi pada sisi ruhiyah ma`nawiyahnya dan dirasakan serta disadari oleh Mutarabbi bahwa ia sedang menjalani proses pembentukan ma`nawiyah ruhiyah. Jangan sampai mabit hanya untuk mabit.
b. Pembentukan Fikriyah Tsaqofiyah.
Sarana dan media tarbiyah tsaqofiyah harus dijadikan sebagai sarana dan media yang dapat membentuk peserta tarbiyah pada sisi fikriyah tsaqofiyah, jangan sampai tatsqif untuk tatsqif dan ta`lim untuk ta`lim, tetapi harus jelas tujuannya bahwa tatsqif untuk pembentukan tsaqofah yang benar dan utuh, ta`lim untuk tafaqquh fid dien dan ini harus disadari dan dirasakan oleh Murabbi dan Mutarabbi.
c. Amaliyah Harakiyah.
Proses tarbiyah selain bertujuan membentuk pribadi dari sisi ruhiyah ma`nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah juga bertujuan membentuk amaliah harakiyah yang harus dilakukan secara berbarengan dan berkeseimbangan seperti kewajiban rekruitmen dengan da`wah fardiyah, da`wah `ammah dan bentuk-bentuk nasyrud da`wah lainya. Serta pengelolaan halaqoh tarbawiyah yang baru sehingga sisi ruhiyah ma`nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah teraktualisasi dan terformulasi dalam bentuk amal nyata dan kegiatan ril serta dirasakan oleh lingkungan dan mayarakat luas.
. Ar ri`ayah (pemeliharaan).
Kepribadian Islami yang sudah atau mulai terbentuk harus dijaga dan dipelihara ma`nawiyah, fikriyah dan amaliyahnya serta harus selalu dimutaba`ah (dikontrol) dan ditaqwim (dievaluasi) sehingga jangan sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan demikian kualitas dan kuantitas ibadah ritual, wawasan konseptual, fikrah dan harakah tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Tidak ada penurunan dalam tilawah yaumiyah, qiyamul lail, shaum sunnah, baca buku, tatsqif, liqoat tarbawiyah dan aktivitas da`wah serta pembinaan kader.
3. At Tanmiyah (pengembangan).
Dalam proses tarbiyah, Murabbi dan Mutarabbi tidak boleh puas dengan apa yang ada dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, apalagi mnganggap sudah sempurna. Murabbi dan Mutarabbi yang baik adalah Murabbi dan utarabbi yang selalu memperbaiki kekurangan dan kelemahan serta meningkatkan kualitas, berpandangan jauh kedepan, bahwa tarbiyah harus siap dan mampu menawarkan konsep perubahan dan dapat mengajukan solusi dari berbagai permasalahan ummat dan berani tampil memimpin umat. Oleh karenanya kualitas diri dan jamaah merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan dalam proses tarbiyah.
4. At Taujih (pengarahan) dan At Tauzhif (Pemberdayaan).
Tarbiyah tidak hanya bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik dan berkualitas secara pribadi namun harus mampu memberdayakan diri dan kualitas diri untuk menjadi unsur perubah yang aktif dan produktif ( Al Muslim Ash Shalih Al Mushlih ). Murabbi dapat mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan Mutarabbinya sesuai dengan bidang dan kapasitasnya.Mutarabbi siap untuk diarahkan, ditugaskan, ditempatkan dan difungsikan, sehingga dapat memberikan kontribusi ril untuk da`wah, jamaah dan umat, tidak ragu berjuang dan berkorban demi tegaknya dienul Islam.
Diantara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka telah janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya. “ ( QS 33 : 23 )
Indikasi keberhasilan tarbiyah bisa dilihat pada peran dankontribusi kader dalam penyebaran fikrah, pembentukan masyarakat Islam, memerangi kemunkaran memberantas kerusakan dan mampu mengarahkan dan membimbing umat ke jalan Allah. Serta dalam keadaan siap menghadapi segala bentuk kebathilan yang menghadang dan menghalangi lajunya da`wah Islam.
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu`min diri dan harta mereka dengan memberikan syurga kepada mereka, mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh, itu telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur`an, dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain ) daripada Allah, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar “ (QS 9 :111)
Semoga Allah selalu bersama kita dan kemenangan memihak kepada kita. Jika kamu membela (agama) Allah, pasti Allah memberikan kemenangan kepadamu dan mengokohkan kakimu diatas jalan yang haq.