Jumat, 19 Februari 2010

Metode Pembelajaran dalam Tarbiyah Qur’ani

B. Metode Pembelajaran dalam Tarbiyah Qur’ani
Dalam menentukan metode persoalannya ialah bagaimana menanamkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya beribadah (salat, puasa,dan lain-lain), rasa hormat kepada orang tua, rasa ingin senantiasa berada pada jalan yang benar dan sebagainya. Hal ini agaknya sulit ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. Di sini mencoba mencari alternatif yang mungkin lebih baik, yaitu mencobakan metode-metode yang menyentuh perasaan. Di sini mendidik bukan melewati akal, melainkan langsung masuk kedalam perasaan anak didik. Menurut al-Nahlawi, terdapat beberapa metode yang dicontohkan al-Qur’an :

1. Metode Hiwar Qur’ani
Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki (dalam hal ini oleh guru). Dalam percakapan itu bahan pembicaraan tidak dibatasi; dapat digunakan berbagai konsep sains,filsafat, seni, wahyu, dan lain-lain. Kadang-kadang pembicaraan itu sampai pada satu kesimpulan, kadang-kadang tidak ada kesimpulan karena salah satu pihak tidak puas terhadap pendapat pihak lain. Yang mana pun yang ditemukan, hasilnya dari segi pendidikan tidak jauh berbeda, masing-masing mengambil pelajaran untuk menentukan sikap bagi dirinya. Hiwar mempunyai dampak yang dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu.Terdapat berbagai jenis hiwar, seperti:
- hiwar khitabi atau ta’abbudi,
- hiwar washfi,
- hiwar qishashi( percakapan tentang sesuatu melalui kisah ),
- hiwar jadali
Dalam setiap hiwar jalan dialog harus disusun sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak selalu langsung kepada pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan sikap itu.
Hiwar khitabi atau ta’abbudi merupakan dialog yang diambil dari dialog antara Tuhan dan hamba-Nya. Tuhan memanggil hamba-Nya dengan mengatakan,”wahai, orang-orang yang berfirman ,” dan hamba-Nya menjawab dalam qalbunya dengan mengatakan,” kusambut panggilan Engkau, ya Rabbi.”
Dialog antara Tuhan dan hamba-nya ini menjadi petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat kita gunakan; dengan kata lain, metode dialog merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam mengajari hamba-nya. Logikanya, kita pun dapat menggunakan dialog dalam pengajaran.
Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan malaikat atau dengan mahluk gaib lainnya. Dalam surat al-Shaffat ayat 20-23 ada dialog antara Tuhan dengan penghuni neraka: Dan mereka berkata: "Aduhai celakalah kita!" Inilah hari pembalasan. (37:19)Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya. (37:20) (kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (37:22)selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (37:23). Di sini Allah berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang orang-orang dzalim. Dalam surat al-Shaffat ayat 27-28: Sebahagian dari mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan. (37:27) Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): "Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan".(37:28) . Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang hidup tentang kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan deskripsi yang rinci, hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan keTuhanan. Gambaran tentang peenyesalan ahli neraka itu seoalah-olah dirasakan oleh pembaca atau pendengar dialog itu: pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu, lantas ada pemihakan. Kemudian ada pertanyaan,” dipihak mana aku?”hiwar washfi seolah-olah juga mengingatkan pendengar dialog itu,” jangan kalian terjerumus seperti mereka itu.”Dialog juga terjadi antara ahli surga, seperti dialog yang terdapat dalam surat al-Saffat ayat 50-57.
Hiwar qishashi terdapat dalam al-Quran, baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam al-Quran. Kalaupun disana terdapat kisah yang keseluruhanya merupakan dialog langsung, yang sekarang disebut sandiwara, hiwar ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh ialah kisah syu’aib dan kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini merupakan hiwar (dialog), kemudian Allah mengakhiri kisah ini dengan dua ayat yang menerangkan akibat yang diterima oleh kaum nabi syu’aib. Hiwar seperti ini banyak terdapat dalm al-Quran. Hiwar ini dapat mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya. Dengan hiwar ini para pelajar yang diajak berdialog diharapkan memihak kepada pihak yang benar dan membenci pihak yang salah.
Hiwar jadali bertujuan untuk memantapkan hujjah (alasan). Contohnya antara lain dalam surat al-Najm ayat 1-5: Demi bintang ketika terbenam, kawan kalian ( Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemuan hawa nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikan kepadanya yang diajarkan oleh jibril yang perkasa.

2. Metode Kisah Qur’ani
Dalam pendidikan islam, terutama pendidikan agama islam (sebagai suatu bidang study ), kisah sebagai metode pendidikan amat penting. Dikatakan amat penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
a. Kisah selau memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
b. Kisah Qur’ani dan dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau mersakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya. Kisah itu, sekalipun menyeluruh, terasa wajar, tidak menjijikan pendengar atau pembaca. Bacalah kisah Yusuf, misalnya. Inilah salah satu keistimewaan kisah Qur’ani, tidak sama dengan kisah-kisah yang ditulis orang sekarang yang isinya banyak ikut mengotori hati pembaca.
c. Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan dengan cara:
-membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf , rida, dan cinta;
-mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak, yaitu kesimpulan kisah;
-melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kidsak itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah Qur’ani bukanlah semata-mata karya seni yang indah; ia juga suatu cara Tuhan mendidik umat agar beriman kepadanya.

3. Metode Amtsal (perumpamaan)
Adakalanya Tuhan mengajari umat dengan membuat perumpamaan, misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 17: perumpamaan orang-orang kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api... Dalam surat al-‘Ankabut ayat 41 Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba: perumpamaan orang yang berlindung kepada selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah; padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.
Cara seperti itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar. Pengungkapannya tentu saja sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah atau membaca teks. Kelebihan metode ini antara lain ialah sebagai berikut:
a. Mempermudah siswa memahami konsep abstrak; ini terjadi karena perumpamaan itu mengambil benda kongkret seperti tuhan orang kafir diumpamakan dengan sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh dengan lidi pun dapat rusak. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim, Nabi mengumpamakan “harga” dunia ini dengan anak kambing yang bertelinga kecil dan sudah mati: Dari Jabir diriwayatkan bahwa rasulullah saw. Sedang lewat di sebuah pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang sudah mati, lalu diangkatnya telinga anak kambing itu seraya berkata,”siapa diantara kalian yang ingin memiliki anak kambing ini dengan membayar satu dirham?” Orang-orang menjawab,” kami tidak sudi membeli anak kambing itu dengan membayar sesuatu. Apa manfaat bagi kami ?” dia bertanya lagi,” atau barang kali kalian ingin memilikinya secara gratis ?” mereka menjawab,” demi Allah, sekalipun anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin memilikinya karena cacat pada telinganya, apalagi sudah mati.” Maka Rasul saw. Bersabda,” Demi Allah, sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih hina daripada anak kambing ini bagi kalian.”
b. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Abduh menyatakan , tatkala menafsirkan kata dlarb dalam surat al-Baqarah: 26,” penggunaan kata dlarb dimaksudkan untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan si pembuat perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh jeweran itu meresap ke dalam qalbu.”
c. Merupakan pendidikan agar bila menggunakan perumpamaan harus logis, mudah dipahami., jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan kemudian pengertiannya menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perumpamaan harus memperjelas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaan perumpamaan dalam al-quran ialah natijah (konklusi) silogismennya justru tidak disebutkan ; yang disebutkan hanya premis-premisnya. Ini hebat karena begitu jelas konklusinya sampai-sampai tidak disebutkan pun konklusi itu dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya silogisme selalu menyebutkan konklusi setelah premis. Konklusi silogisme dari Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus ditebak sendiri oleh pendengar atau pembaca; Allah tahu manusia dapat menebaknya.
d. Amtsal Qur’ani dan Nabawi memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam pendidikan islam.

4. Metode Teladan
Kita mungkin saja dapat menyusun sistem pendidikan yang lengkap, tetapi semua itu masih memerlukan realisasi, dan realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasi itu memerlukan seperangkat metode; metode itu merupakn pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan.
Peserta didik cenderung meneladani pendidikannya; ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Sifat peserta didik itu diakui dalam islam. Umat meneladani nabi; nabi meneladani al-Quran. Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Quran. Pribadi rasul itu adalah interpretasi al-Quran secara nyata. Tidak hanya cara beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara kehidupan islami. Contoh-contoh dari rasul itu kadang-kadang amat asing bagi manusia ketika itu. Contohnya, Allah menyuruh Rasul-nya menikahi bekas istri Zaid; Zaid itu anak angkat rasul. Ini ganjil bagi orang arab ketika itu. Dengan itu Allah memberikan teladan secara praktis yang berisi ajaran bahwa anak angkat bukanlah anak kandung; bekas istri anak angkat boleh dinikahi .
Banyak contoh yang diberikan oleh nabi yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam peperangan, nabi tidak hanya memegang komando; dia juga ikut berperang , menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke pasar, dan lain-lain. Hal senada disampaikan oleh Khalid bin Hamid al-Khazimi bahwa pentingnya teladan itu disebabkan karena beberapa hal: 1.)Manusia itu saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, dalam perkataan,perbuatan, orentasinya, pemikirannya, tradisinya dan segala sikap prilaku yang lainnya. 2) Menyaksikan sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima dari pada bahasa lisan. 3)Manusia itu pada hakekatnya membutuhkan kepada sosok yang mampu meluruskan pengetahuan atau anggapan-anggapan atau konsep-konsep yang salah yang ada pada dirinya 4) Adanya pahala pada teladan yang baik dan adanya dosa pada teladan yang jelek, karena adanya pahala itu mempertegas terhadap pentingnya teladan. Sabda Nabi Saw :
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا *
Barang siapa yang menetapkan suatu kebaikan dalam islam maka baginya adalah pahala dan pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun dan barang siapa yang menetapkan kejelekan dalam islam maka dia harus menanggung dosa itu dan dosa orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka (HR Muslim )

Dari uraian diatas ada beberapa konsep yang dapat diambil dari sana :
a. Metode pendidikan islam berpusat pada keteladanan. Yang memberikan teladan adalah guru, kepala sekolah, dan semua aparat sekolah. Dalam pendidikan masyarakat, teladan itu adalah para pemimpin masyarakat, para da’i. Konsep ini diajarkan oleh Rasul saw. Seperti diuraikan di atas.
b. Teladan untuk guru-guru ( dan lain-lain) ialah Rasulullah. Guru tidak boleh mengambil tokoh yang diteladani selain Rasul Allah saw. Sebab, Rasul itulah teladan yang terbaik. Rasul meneladankan bagaimana kehidupan yang dikehendaki Tuhan karena Rasul itu adalah penafsiran ajaran Tuhan.

6. Metode Ibrah dan Mau’idzah
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan nalar, yang menyebabkan hati mengakuinya. Adapun mau’idzah ialah nasihat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. Penggunaan ’ibrah dalam al-Quran dan sunah ternyata bebeda-beda sesuai dengan objek ’ibrah itu sendiri. Pengambilan ’ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berfikir dengan akal dan hatinya seperti firman Allah dalam S. Yusuf: 111 : Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (12:111)
Esensi ’ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukanya setelah dijeblosannya ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja mesir setelah dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan. Allah mengatakan bahwa ’ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang yang disebut ulul al-bab, yaitu orang yang berfikir dan berzikir. Pendidikan islam memberikan perhatian khusus kepada metode ’ibrah agar pelajar dapat mengambilnya dari kisah-kisah dalam al-Quran, sebab kisah-kisah itu buka sekedar sejarah, melainkan sengaja diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (’ibrah) yang penting didalamnya pendidik dalam pendidikan Islam harus memanfaatkan metode ini.
Mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar nasihat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tegerak untuk mengikuti nasihat itu.

7. Metode Targhib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai bujukan. Tarhib ialah ancaman kerena dosa yang dilakukan. Keduanya bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Akan tetapi, tekanannya ialah targhib agar melakukan kebaikan, sedangkan tarhib agar menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah (sifat kejiwaan) manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan.
Metode-metode di atas merupakan metode yang seringkali digunakan al-Qur’an dalam menyampaikan risalahnya dan dapat digunakan sebagai contoh maupun ibrah untuk para pendidik kepada peserta didiknya. Tentu saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bersangkutan. Seiring dengan itu, seorang pendidik/guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.

Sementara itu Arma’i Arif menjelaskan tentang metode-metode yang dapat dipakai dalam Pembelajaran dalam Pendidikan Islam :

1. Metode Pembiasaan
Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.
Pembiasaan dinilai sangat efektif jika dipenerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki “rekaman” ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Salah satu contoh adalah pendidikan sholat, agar anak terbiasa melakukan sholat sedini mungkin maka orang tua dianjurkan untuk menyuruh anaknya melakukan sholat sebelum masa balighnya.Dalam ini Nabi Saw bersabda :

مرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ وَهُمْ اَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا فِي الْمَضَاجِعِ (رواه أبو داود)
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan salat) jika mereka telah berusia 10 tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).
Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah keusia remaja dan dewasa.

2. Metode Keteladanan
Bila dicermati historis pendidikan di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Rasulullah ternyata banyak memberikan keteladanan dalam mendidik para sahabatnya. Oleh karena itu, pada bab ini akan dikemukakan hal-hal yang terkait dengan keteladanan dalam hubungannya dengan pendidikan Islam.
“Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab : 21).

Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw. hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.
Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll.Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Dalam hal ini Allah mengingatkan dalam S.al-Baqarah: 44:
“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab, tidaklah kamu pikirkan?” (QS. Al Baqarah: 44).

3. Metode Pemberian Ganjaran
Dalam bahasa arab “ganjaran” diistilahkan dengan “tsawab”. Kata “tsawab” bisa juga berarti: “Pahala, upah dan balasan”. Kata “tsawab” banyak ditemukan dalam al-Qur’an, khususnya ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seseorang baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Kata “tsawab” tersebut terdapat dalam surah Ali Imran ayar 145, 148 dan 195, surah an-Nisa ayat 134, surah al-Kahfi ayat 31, dan surah al-Qashash ayat 80. Berdasarkan penelitian dari ayat-ayat tersebut, kata “tsawab” selalu diterjemahkan kepada balsan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat dalam S. Ali Imron: 145:
“Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Dalam ayat berikutnya S. Ali Imron: 148
“Maka Allah Swt. berikan ganjaran kepada mereka di dunia dan di akhirat dengan ganjaran yang baik, dan Allah Swt. cinta kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian istilah “ganjaran” dapat dilihat sebagai berikut:
a. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
b. Ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan.
Sedikit berbeda dengan metode targhib, “tsawab” lebih bersifat materi, sementara targhib adalah “Harapan serta janji yang menyenangkan yang diberikan terhadap anak didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.”
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran, antara lain:
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.
b. Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah.
c. Do’a, misalnya “Semoga Allah Swt. menambah kebaikan padamu.”
d. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang-kenangan bagi murid atas prestasi yang diperolehnya.

4. Metode Pemberian Hukuman
Dalam bahasa Arab “hukuman” diistilahkan dengan “iqab”, Jaza’ dan ‘uqubah”. Kata “iqab” bisa juga berarti balasan. Alquran memakai kata “iqab” sebanyak 20 kali dalam 11 surat, yaitu: QS. Al-Baqarah: 196, 211, Ali Imran: 11, al-Maidah: 2, 98, al-‘An’am: 165, al-A’raf: 167, al-Anfal: 13, 25, 49, dan 52, ar-Ra’d: 6 dan 32, Shad: 14, Ghafir: 3, 5, dan 22, Fushshilat: 43 dan al-Hasyr: 4 dan 7. Bila memperhatikan masing-masing ayat tersebut, terlihat bahwa kata “iqab” mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat dan sangat), dan kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan. Seperti firman Allah S. Ali Imran: 11:
“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.”
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.
Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman, yaitu:
a. Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang.
b. Harus didasarkan kepada alasan “keharusan”.
c. Harus menimbulkan kesan di hati anak.
d. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
e. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Seiring dengan itu, Muhaimin dan Abd. Majid menambahkan, bahwa hukuman yang diberikan haruslah:
a. Mengandung makna edukasi
b. Merupakan jalan/solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan metode yang ada.
c. Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun. Dalam hal ini Rasulullah Saw. Bersabda:
“Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah bila ia membangkang (meninggalkan salat) jika mereka telah berusia 10 tahun serta pisahkan tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).

5. Metode Ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai. Ini relevan dengan defenisi yang dikemukakan oleh Ramayulis, bahwa metode ceramah ialah “Penerangan dan penuturan secara lisan guru terhadap murid-murid di ruangan kelas.”
Sejak zaman Para Nabi dan juga Rasulullah Saw metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan. dalam menyampaikan wahyu kepada umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru tampak lebih dominan. Sementara siswa lebih banyak pasif dan menerima apa yang disampaikan oleh guru. Dalam sebuah Hadis Nabi Saw. bersabda: “Sampaikanlah olehmu walaupun itu satu ayat.” (Alhadis).

6. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.
Dalam sejarah perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab, karena metode ini sering dipakai oleh para Nabi Saw. dan rasul Allah dalam mengajarkan ajaran yang dibawanya kepada umatnya. Metode ini termasuk metode yang paling tua disamping metode ceramah, namun efektifitasnya lebih besar daripada metode lain. Karena, dengan metode tanya jawab, pengertian dan pemahaman dapat diperoleh lebih mantap. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari semaksimal mungkin.

7. Metode Diskusi
Secara umum, pengertian diskusi adalah suatu proses yang melibatkan dua individu atau lebih, berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan, saling tukar informasi (information sharing), saling mempertahankan pendapat (self maintenance) dalam memecahkan sebuah masalah tertentu (Problem solving).
Sedangkan metode diskusi dalam proses belajar mengajar adalah sebuah cara yang dilakukan dalam mempelajari bahan atau menyampaikan materi dengan jalan mendiskusikannya, dengan tujuan dapat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku pada siswa. Alquran pun menganjurkan waktu melakukan diskusi/musyawarah dalam rangka mencari solusi:

…وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ(159)
…Dan bermusyawarahlah dalam urusan itu,maka jika kamu telah membulatkan tekad bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertawakkal kepada-Nya ( S.Ali Imron: 159)

8. Metode Sorogan
Istilah sorogan ini muncul di Indonesia, seringkali dilakukan di pesantren-pesantren. Metode sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah Saw. setelah menerima wahyu seringkali Nabi Saw membacanya lagi di depan malaikat Jibril ( mentashihkan ). Bahkan setiap kali bulan romadhon Nabi Saw selalu melakukan muyafahah ( membaca berhadapan) dengan malaikat Jibril. Demikian juga para sahabat seringkali membaca al-Qur’an dihadapan Nabi Saw, seperti sahabat Zaid bin Tsabit ketika selesai mencatat wahyu kemudian dia membaca tulisannya dihadapan Nabi Saw.
Metode sorogan adalah metode individual dimana murid mendatangi guru untuk mengkaji suatu kitab dan guru membimbingnya secara langsung. Metode ini dalam sejarah pendidikan Islam dikenal dengan sistem pendidikan “Kuttai” sementara di dunia barat dikenal dengan metode tutorship dan mentorship. Pada prakteknya si santri diajari dan dibimbing bagaimana cara membacanya, menghafalnya, atau lebih jauh lagi menterjemahkan atau menafsirkannya. Semua itu dilakukan oleh guru, sementara santri menyimak penuh perhatian dan ngesahi (mensahkan) dengan memberi catatan pada kitabnya atau mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan kepadanya.
Oleh karena itu sebagai pendidik hendaknya lebih cermat memilih situasi dan kondisi yang tepat dalam mengaplikasikan metode ini agar memperoleh hasil sebagaimana yang diinginkan.

9. Metode Bandongan
Metode bandongan ini didasarkan kepada pristiwa yang dialami Nabi Saw ketika menerima wahyu melalui Malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara Malaikat Jibril dan Nabi Saw. Dan juga ketika Nabi Saw setelah menerima wahyu kemudian menyampaikan kepada para sahabatnya serta membimbing bacaannnya, kemudian di antara para sahabat juga ada yang mencatat bacaan-bacaan yang disampaikan Nabi.
Metode bandongan ini merupakan metode pembelajaran dalam Pendidikan Islam dimana siswa/santri tidak menghadap guru/kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa buku/kitab masing-masing. Kemudian guru membacakan, menterjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajari, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Cara belajar seperti ini paling banyak dilakukan di pesantren-pesantren tradisional.

10. Metode Mudzakarah
Metode mudzakarah adalah metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar (PBM) dengan jalan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas masalah-masalah agama saja. Metode mudzakarah ini pada umumnya banyak digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang disebut pesantren, khususnya pesantren tradisional. Para santri diberikan permasalahan permasalahan keagamaan kemudian mereka mencari solusi dengan bersandar terhadap kajian-kajian kitab kuning.

11. Metode Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan matei pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang berpedoman pada Alquran dan Hadis menepis image adanya kisah bohong, karena Islam selalu bersumber dari dua sumber yang dapat dipercaya, sehingga cerita yang disodorkan terjamin kesahehan dan keabsahannya.
Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar (PBM), metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam. Dalam surat Yusuf: 3 disebutkan :
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Alquran ini kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum (aku mewahyukan) adalah termasuk orang-orang yang lalai.”

Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam al-Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai paedagogis. Metode kisah/cerita dalam Pendidikan Islam menggunakan paradigma al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw., sehingga dikenal istilah “kisah Qur’ani dan kisah Nabawi.” Kedua sumber tersebut memiliki substansi cerita yang valid tanpa diragukan lagi kebenarannya.
Dalam metode kisah/cerita, setiap pendidik hendaknya memperhatikan benar alur cerita yang disampaikan, menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita dengan materi, anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita yang disampaikan guru, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.

12. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas merupakan salah satu cara didalam penyajian bahan pelajaran kepada siswa. Guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mempertanggungjawabkannya.

13. Metode Karya Wisata
Menurut H. Zuhairini dkk., metode karya wisata adalah suatu metode pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan mengajak anak keluar kelas untuk dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan pelajaran.

14. Metode Eksperimen
Ramayulis, dalam bukunya “Metodologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam” mendefinisikan, bahwa metode eksperimen ialah suatu metode mengajar yang melibatkan murid untuk melakukan percobaan-percobaan pada mata pelajaran tertentu. Sedangkan Zakiyah Daradjat tidak memberikan pengertian secara jelas, ia hanya mengatakan bahwa metode eksperimen adalah metode percobaan yang biasanya dilakukan dalam mata pelajaran tertentu.
Penggunaan metode eksperimen hendaknya mendapat perhatian serius dari pihak guru, sebab metode eksperimen juga memiliki kelemahan-kelemahan di samping ada kelebihan-kelebihan sebagaimana metode-metode lain. Oleh karena itu kejelian seorang guru dalam memilih metode eksperimen pada proses belajar mengajar sangat diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.

15. Metode Drill/Latihan
Zuhairini mendefinisikan bahwa metode drill adalah “Suatu metode dalam pengajaran dengan jalan melatih anak didik terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.” Menurut Roestiyah NK., metode drill adalah “Suatu teknik yang dapat diartikan dengan suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan latihan-latihan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.”
Dalam pendidikan agama, metode ini sering dipakai untuk melatih ulangan pelajaran Alquran dan praktek ibadah. Menurut riwayat, setiap bulan Ramadhan Rasulullah saw. mengadakan latihan ulang terhadap wahyu-wahyu yang telah diturunkan sebelumnya.

16. Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama adalah suatu metode mengajar dimana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu seperti terdapat dalam kehidupan masyarakat (sosial).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa sosiodrama adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan atau memerankan tingkah laku di dalam hubungan sosial. Prinsip dasar metode ini terdapat dalam ayat Alquran, tepatnya pada surat al-Maidah ayat: 27-31, yang mencerminkan drama yang sangat mengesankan antara Qabil dan Habil.
Pada ayat tersebut memberikan gambaran yang jelas, bagaimana lakon yang dikerjakan oleh Qabil dapat memberikan kesan yang sangat mendalam sehingga menyesali perbuatannya, karena melihat secara langsung perbuatan dirinya sendiri dari seekor burung gagak.



17. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu dengan jalan mendemonstrasikannya terlebih dahulu kepada siswa.
Metode ini seringkali digunakan ketika menyampaikan materi-materi yang memerlukan praktek; seperti sholat, berwudhu, tayammum, dll.

18. Metode Kerja Kelompok
Istilah kerja kelompok mengandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok baik kelompok yang kecil maupun kelompok yang besar. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama.

2 komentar:

  1. mas aku minta bantuannyaa, aku buat skripsi dengan judul urgensi metode kisah qurani dalam PAI,, tolong aku dikasih refrensi yang relevan buku2nya ya. terima kasih

    BalasHapus
  2. yups setuju dung ma mamas diatas toloong dong apa saja gtu faktor2 pendukung dan penghambat dalam metode kisah gtu.

    BalasHapus